Gerakan Green Islam: Ketika Keyakinan dan Lingkungan Bersinergi

Kabar International

9 Okt, 2025

negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia — tengah menyaksikan munculnya fenomena menarik: gerakan Islam yang secara aktif menggabungkan ajaran keagamaan dengan kepedulian terhadap lingkungan. Gerakan ini dikenal sebagai Green Islam, dan kini semakin mendapat perhatian sebagai bagian dari upaya menghadapi krisis iklim dan kerusakan lingkungan.

Green Islam adalah inisiatif yang mengaktivasi nilai-nilai Islam seperti khalifah fi al-ard (manusia sebagai pemelihara bumi), islah (perbaikan), dan tanggung jawab terhadap ciptaan Allah, menjadi landasan dalam tindakan nyata menjaga alam. Gerakan ini mencakup berbagai pendekatan: edukasi, konservasi, aksi lokal terkait pengelolaan sampah, dan inovasi institut agama serta komunitas pesantren.

Aktor dan Bentuk Aksi Green Islam

Beberapa contoh aktor dan aksi nyata dalam Green Islam:

Ormas Islam besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang mulai memasukkan agenda lingkungan ke dalam program mereka.
Komunitas lokal — seperti pesantren dan komunitas Muslim di desa atau kota kecil — yang melakukan aksi praktis: masjid hijau, rumah ramah lingkungan, pengolahan sampah, edukasi masyarakat.
Pesantren eco-friendly dan eco-mosque seperti yang sedang dibangun di Garut dengan penggunaan bahan daur ulang, gaya hidup nol sampah (zero waste), penggunaan panel surya, dan sistem daur ulang air.

Gerakan Green Islam menawarkan beberapa manfaat dan peluang bagi masyarakat dan lingkungan:

Kesadaran ekologis: Membantu umat Islam melihat lingkungan bukan hanya sebagai isu sekunder, tetapi bagian dari iman dan tanggung jawab moral.
Partisipasi masyarakat: Gerakan ini membuka ruang lebih besar bagi masyarakat akar rumput dan komunitas lokal untuk terlibat dalam aksi nyata — seperti pengelolaan sampah, konservasi, dan pendidikan lingkungan.
Kontribusi terhadap kebijakan publik: Bisa menjadi suara moral dalam mendorong regulasi lingkungan yang lebih ramah, pendanaan hijau, dan praktik keberlanjutan di institusi agama.

Namun, ada sejumlah hambatan yang mesti diatasi agar Green Islam bisa menjadi gerakan yang lebih luas dan berdampak:

Fragmentasi gerakan: Banyak komunitas masih bergerak sendiri-sendiri dengan kapasitas dan cakupan terbatas.
Sumber daya terbatas: Dana, infrastruktur, akses ke teknologi, pendidikan lingkungan yang memadai masih menjadi kendala.
Pengetahuan dan pemahaman publik: Meski ada narasi tentang Green Islam, tidak semua umat memahami apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara konkret menerapkannya.
Inkonsistensi tindakan dan kebijakan: Ada kritik bahwa beberapa organisasi atau institusi Islam besar belum sepenuhnya konsisten dalam praktiknya, terutama terkait sumber daya atau kegiatan yang masih merusak lingkungan.

Harapan & Rekomendasi

Agar Gerakan Green Islam bisa makin efektif dan tahan lama, berikut beberapa rekomendasi:

Memperluas kerja sama antara lembaga keagamaan, pemerintah, dan organisasi lingkungan.
Penggunaan wakaf, zakat, dan dana sosial-keagamaan lainnya sebagai sumber pendanaan berkelanjutan.
Peningkatan peran perempuan sebagai pemimpin dan pelaku aksi lingkungan.
Integrasi agenda Green Islam dalam kebijakan resmi kementerian agama dan regulasi lokal — misalnya, mendorong masjid hijau, eco-pesantren, dan pendidikan lingkungan Islam di tingkat sekolah dan pesantren.

Gerakan Green Islam menjadi contoh nyata bagaimana keimanan dan kepedulian terhadap lingkungan bisa berjalan bersamaan, membentuk budaya baru di masyarakat Muslim Indonesia. Walau tantangan masih banyak, momentum ini penting untuk dimanfaatkan agar praktek keagamaan tidak hanya ritual, namun juga aksi nyata menjaga bumi — sebagai bagian dari kewajiban moral dan spiritual.